Sejarah Fir'aun

Allah SWT. tidak tanggung-tanggung memberikan contoh orang-orang yang membangkang padaNya. Sebagai contoh penguasa yang ingkar, Allah SWT menjadikan raja besar semacam Fir’aun sebagai contoh kasus agar manusia yakin seyakin-yakinnya bahwa tanpa keimanan dan amal sholeh, raja sebesar Fir’awn sekalipun akan berakhir dengan kehinaan.
Berawal dari kehidupan sebagai anak seorang janda miskin, Raja Fir’aun memulai karirnya hingga menjadi pengusa besar yang namanya diabadikan oleh Allah SWT sebagai contoh penguasa yang terlaknat.
Sejak kecilnya, Raja Fir’aun, memiliki nama kecil yaitu ‘Aun dikenal sebagai anak yang tidak bisa diatur. Tiada hari yang dilewatinya tanpa menimbulkan kemarahan ibunya ataupun orang lainnya. Hingga suatu ketika karena kejengkelan yang tidak bisa ditahan lagi, ia diburu ibunya untuk dibunuh. Maka dia pun melarikan diri dari ibunya hingga ibunya sering mengatakan:“Farra ‘Aun (‘Aun lari)!!!”.
.
FIR’AUN ADALAH PEMBANTU TUKANG SAYUR!
Lari dari kampung halaman, dia tidak tahu apa yang mesti dilakukan untuk menghidupi dirinya. Sampai akhirnya ia melihat seorang tukang sayur yang kerepotan melayani para pembelinya. Ia pun menawarkan diri untuk menjadi pembantunya. Mulailah Fir’aun meniti karirnya di luar kampung sebagai pembantu tukang sayur.
Memang sudah bakatnya membuat kekacauan, menjadi pembantu tukang sayur pun bukannya meringankan beban. Satu demi satu pelanggan tukang sayur melarikan diri. Mereka tidak tahan dengan perlakuan kasar Fir’aun yang sering kali membentak dan menghardik mereka. Dari sana, ia diPHK oleh majikannya. Berbekal uang ala kadarnya dari gaji yang didapatkan, ia memulai usaha sendiri. Dengan pengalamanya sebagai pembantu tukang sayur, ia membuka usaha perdagangan sayur. Dari hari ke hari usahanya bertambah pesat. Setelah dirasa cukup memuaskan, ia kembali ke kampung halaman untuk menunjukkan kepada ibunya bahwa ia pun bisa mendapatkan penghasilan. Namun itu pun tidak bertahan lama. Beberapa waktu berselang ia kembali diusir ibunya.
Untuk kali ini ia benar-benar bertekad untuk sukses sebagai pengusaha. Ia kembali menggeluti usaha perdagangan sayur dan buah. Semangka dan buah-buah lainnya menjadi komoditi utama. Hingga hari naas datang baginya. Hari itu tidak seorang pembeli pun mendatanginya. Tak sepeser uang pun ia dapatkan. Tiba-tiba seseorang mendekatinya. Ternyata orang tersebut adalah petugas pemungut pajak. Maka dengan geram Fir’aun menolak permintaan pajak. Bagaimana mau bayar, uang juga tidak ada yang masuk, gerutunya.
.
RIZQI DI KUBURAN!
SEJARAH FIR'AUN MESIR!
SEJARAH FIR’AUN MESIR!
Dari situlah ia (Fir’aun Mesir) mulai berpikir cerdik, enak juga menarik pajak. Bisa mendapatkan uang tanpa kerja, demikian pikirnya. Maka ia pun segera mencari lahan yang belum terkena pajak. Dari penilitiannya, ia temukan bahwa belum ada pajak kuburan. Dia putuskan sendiri untuk menjadi pemungut pajak kuburan. Maka dengan ringannya ia dapatkan uang dari keluarga setiap mayat yang akan dikuburkan. Dari hari ke hari ia makin merasakan senangnya menjadi tukang pajak kuburan.
Satu waktu, seorang keluarga kerajaan mati. Tatkala sampai di kuburan, mereka dibuat heran oleh Fir’aun yang hendak memungut pajak dari mereka. Sedangkan mereka tidak merasa pernah mengangkatnya sebagai petugas. Sebagai hukumannya, ia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Dengan menyerahkan semua uang yang ia dapatkan dari pajak kuburan sebagai tebusan, ia pun dibebaskan bahkan diangkat sebagai kepala pemungutan pajak kuburan.
Sebagai kepala, ia memiliki wewenang untuk menetapkan peraturan perpajakan. Maka ia tetapkan nilai pajak penguburan yang harus dibayar keluarga mayat. Dalam peraturannya, ia menetapkan bahwa pajak tertinggi dikenakan kepada keluarga raja, lalu keluarga para menteri dan demikian seterusnya. Atas peraturan ini ia mendapat protes keras dari orang-orang istana. Bahkan akhirnya ia dicopot dari jabatannya dan dimutasi. Sebagai gantinya, ia diangkat sebagai kepala kepolisian. Di sini pun ia membuat peraturan-peraturan yang memberatkan. Di antaranya, ia putuskan bahwa tidak seorang pun dibenarkan untuk keluar malam hari seorang diri. Bila ada yang melanggar maka akan dihukum berat.
Nasib sial kali ini menimpa sang raja. Ia mendengar berita bahwa salah seorang menteri terdekatnya menderita sakit. Maka ia pun bergegas untuk keluar seorang diri pada malam untuk menjenguknya. Ia pikir akan lebih baik bila ia mengadakan kunjungan kekeluargaan bukan kunjungan formal. Namun ia lupa bahwa Fir’aun, si kepala Kepolisian itu, telah memberlakukan peraturan baru tentang jam malam. Tak ayal lagi, ia pun kena ciduk anak buah Fir’aun. Diintrogasi, tentu saja sang raja marah-marah. Fir’aun sendiri yang akhirnya turun tangan. Ia yang mengenal betul wajah raja berlaku seolah tidak mengenalnya dan tidak memberikan banyak kesempatan kepadanya. Di sisi lain, Fir’aun menganggap inilah satu-satunya kesempatan emas untuk merebut kekuasaan raja. Kesempatan yang bila lepas tidak mungkin datang untuk kedua kalinya. Maka ia putuskan hukuman mati baginya, dan saat itu juga dilaksanakan. Jalan mulus menuju singgasana terbentang di depan mata. (Demikianlah kisah Fir’aun dalam Nihayatul ‘Arab fi Tarikhi Adabil ‘Arab, Wallahu a’lam.).
.
MENGINTIP ALLAH SWT!
Maka jadilah dia seorang Fir’aun Mesir, raja yang sewenang-wenang. Yang Allah berikan kekuasaan hingga membuatnya mengaku sebagai Tuhan. Memperbudak orang-orang Bani Isra’il. Menentang Nabiyullah, Nabi Musa-‘Alayhis salam-. Dan mencoba untuk mengintip Allah -Subhanahu wa Ta’ala-melalui menara tinggi yang ia bangun. Selama tujuh tahun lamanya ia kerahkan semua arsitek dan para pekerja kasar untuk membangun menara yang ia inginkan. Hingga jadilah sebuah menara yang paling tinggi di masa itu. Hal itu betul-betul memberatkan Nabi Musa -‘Alayhis salam-. Tapi Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menenangkannya “Biarkanlah apa yang ia lakukan. Aku akan menghancurkan apa yang ia kerjakan dalam sesaat!” Itulah firman Allah SWT kepada Nabi Musa AS.
Begitu bangunan selesai, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memerintahkan Malaikat Jibril -‘Alayhis salam- untuk menghancurkannya. Maka menara pun rata dengan tanah. Semua pekerja binasa seketika. Tapi hal ini tidak menyadarkan Fir’aun. Dia bersikap lebih kejam lagi pada Bani Israel. Budak yang biasanya dipekerjakan dengan diberi makan, kali ini dipekerjakan tanpa makanan. Bani Isra’il mengadukan hal itu pada Nabi Musa -‘Alayhis salam-.Nabi Musa -‘Alayhis salam- berkata: “Mintalah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya akibat baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa!”.
.
MULAI BANJIR HINGGA BATU!
BANGKAI FIR'AUN MESIR!
BANGKAI FIR’AUN MESIR! 
Tatkala Raja Fir’aun makin keras kepala, Allah -Subhanahu wa Ta’ala-mengirimkan peringatan demi peringatan. Banjir, belalang, kutu, dan katak silih berganti. Hingga akhirnya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- mengirimkan darah. Semua air yang akan dikonsumsi anak buah Fir’aun (orang Qibti) berubah menjadi darah. Sehingga, bila ada orang Bani Isra’il dan orang Qibti meminum air dari air yang sama, maka yang diminum oleh orang-orang Qibti berubah menjadi darah, sedangkan yang diminum oleh orang-orang Isra’il tetap air. Selama tujuh hari lamanya mereka diazab seperti itu. Akhirnya mereka meminta Nabi Musa -‘Alayhis salam- untuk berdoa menghilangkan azab tersebut. Setelah didoakan dan azab diangkat, tidak juga mereka beriman.
Merasa putus asa terhadap iman Fir’aun dan orang-orang Qibti, Nabi Musa dan Nabi Harun -‘Alayhis salam- mendoakan kehancuran mereka. Sebagai pengabulan doa tersebut, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- merubah semua harta benda mereka menjadi batu kecuali kuda, perhiasan, permata, kurma, dan makanan mereka. Tatkala urusan Fir’aun tidak juga selesai, Allah -Subhanahu wa Ta’ala- memerintahkan Nabi Musa -‘Alayhis salam- untuk membawa Bani Isra’il ke Baitul Maqdis menguburkan tabut Nabi Yusuf -‘Alayhis salam- di sana. Pada suatu malam, keluarlah Nabi Musa dan Nabi Harun -‘Alayhis salam- membawa 620.000 orang Bani Isra’il. Nabi Harun -‘Alayhis salam-sebagai pimpinan rombongan dan Nabi Musa -‘Alayhis salam- berada di tengah-tengah rombongan. Tak lama berselang, pasukan Fir’aun di bawah pimpinan Haman sudah berada di belakang mereka.
Dalam keadaan panik, Bani Isra’il melampiaskan kekesalan mereka pada Nabi Musa -‘Alayhis salam-“Kami menderita sebelum kedatanganmu, juga setelah kedatanganmu. Kita pasti tertangkap,” kata mereka. Maka Nabi Musa-‘Alayhis salam- yang sudah punya hubungan kuat dengan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- meyakinkan bahwa Allah pasti memberinya petunjuk. Dengan perintah Allah -Subhanahu wa Ta’ala- beliau memukulkan tongkat ke laut, dan terbentanglah dua belas jalan untuk dua belas kabilah Bani Isra’il. Dalam perjalanan, masing-masing mengkhawatirkan keadaan kabilah lainnya. Untuk menenangkan mereka, Allah memerintahkan laut supaya membukakan jendela di setiap sela-sela antara dua jalan. Sampai di pantai, dengan congkaknya Fir’aun berkata kepada pasukannya: “Lihatlah, karena takut padaku laut ini menyediakan jalan untukku supaya aku bisa menangkap musuhku!!!”. Dengan langkah mantap, ia larikan kudanya yang asalnya enggan untuk mencebur ke jalan. Begitu kepala pasukan hampir mencapai daratan dan ekor pasukan turun ke jalan, Allah -Subhanahu wa Ta’ala-memerintahkan lautan untuk kembali bertangkup. Di depan mata Bani Isra’il, Fir’aun dan pasukannya ditenggelamkan.
Dalam keadaan megap-megap, Fir’aun mengikrarkan keimanannya pada Tuhan Bani Isra’il. Keimanan yang terlambat. Sia-sia belaka. Sebagai jawabannya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman (yang artinya):“Sekarangkah (kau katakan)? Sedangkan sebelumnya kamu telah bermaksiat dan kamu termasuk orang-orang yang membuat kerusakan”. Dalam Sunan Tirmidzi diriwayatkan kisah, bahwa Malaikat Jibril -‘Alayhis salam- turun tangan sendiri menyumbat mulut Fir’aun dengan lumpur laut, dia khawatir kalau-kalau Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menurunkan rahmat-Nya kepada Fir’aun -La’natullah ‘alayh-.
Namun itu belum juga memuaskan Bani Isra’il. Maka Nabi Musa -‘Alayhis salam- berdoa supaya dinampakkan bangkai Fir’aun kepada mereka. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menerima permohonan beliau. Bangkai Fir’aun diangkat, dan diabadikan untuk dijadikan bahan renungan bagi orang-orang setelahnya. Termasuk kita. (Harun Al-Rasyid).
Sumber!:
  1. Tafsir Ibnu Katsir
  2. Al-Kamil Fittarikh
  3. Nihayatul Arab fi Tarikhi Adabi ‘Arab.

0 comments

loading...
loading...