Sejarah Awal Mula Filsafat Pada Zaman Batu Tua, Zaman Prasejarah, Masyarakat Purba



1. Filsafat lahir dari hasrat atau kecintaan untuk mencapai kebijaksanaan atau kearifan.
1) Perkataan ‘filsafat’ (dalam bahasa Indonesia) diambil dari bahasa Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani philosophia.
Philos, berarti ‘kecintaan’ atau philia, yang berarti ‘persahabatan atau ketertarikan kepada,’sophos, yang berarti “kebijaksanaan, pengetahuan, atau inteligensi”
Ketakjuban, yaitu ketakjuban manusia atas segala hal yang disadari adanya. Rasa takjub hanya mungkin muncul pada makhluk yang  berfikir dan merasakan, yaitu manusia.
2)    Ketidakpuasan, yaitu ketidakpuasan atas jawaban-jawaban mitologis yang diberikan oleh tokoh-tokoh yang dianggap berpengetahuan pada masa sebelum filsafat lahir (tetua adat, dukun, astrolog, tokoh agama, bahkan penyihir, dsb.).
orang-orang yang tidak puas mencari jawaban-jawaban alternatif yang lebih pasti dan memuaskan, yaitu dengan berfikir secara rasional.
3)    Hasrat bertanya, yaitu kecenderungan manusia untuk mempertanyakan apa yang menimbulkan rasa takjub pada dirinya
Pertanyaannya bersifat radikal dan universal. Pertanyaan beginilah yang melahirkan filsafat. Oleh karena itu, filsafat akan berhenti apabila manusia berhenti bertanya.
4)    Keraguan, yaitu keraguan atas kebenaran setiap jawaban yang diperoleh dan diberikan. Oleh karena itu, “peraguan” (dubium-metodoligicum) menjadi kenisayaan dalam berfilsafat.
pngrtianè“Upaya memahami keber-ada-an ‘dunia’ secara hakekat melalui kontemplasi dan refleksi dengan menggunakan akal atau rasio (logos).”
2. Segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Landasan ilmu mencakup konsep-konsep pangkal, anggapan-anggapan dasar, azas-azas permulaan, struktur-struktur teoritis dan kebenaran-kebenaran ilmiah
3. Zaman Batu Tua/Zaman Prasejarah/Masyarakat Purba:
Zaman Batu Muda/Zaman Sejarah: Peradaban dan Pertanian
Zaman Logam: Kebudayaan Klasik:
Pengolahan logam menjadi perhiasan dan patung
Zaman Yuniani Kuno dan Romawi (Masa 600 SM – 200 SM):
Ilmu = Filsafat
Peradaban Helenisme: Ilmu-ilmu praktis (teknis) Ilmu pada Zaman Pertengahan:
- Eropa: Kegelapan Ilmu Pengetahuan (Ilmu = Ajaran Kristen)
- Timur Islam: Keemasan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pada Abad ke 16 dan 17: renaissance   Eropa (Ilmu = Pengetahuan  rasional empiris) Perkembangan ilmu pada Abad 18 dan I9
- Dominasi Ilmu pengetahuan empiris (Ilmu = Sains = Ilmu Alam)
- Awal lahirnya filsafat ilmu (Positivisme).
Filsafat Ilmu pada Abad 20: Mempersoalkan pengembangan ilmu pengetahuan
4. Untuk menentukan kebenaran ilmiah, Positivisme Logis melakukan analisis terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan, dengan menentukan garis demarkasi antara yangmeaningful dan meaningless.
5. Yang meaningful yaitu pernyataan-pernyataan yang dapat diverifikasi secara empiris dan yangmeaningless yaitu pernyataaa-pernyataan yang tak ada kemungkinan untuk diverifikasi
6. Ilmu Alam Empiris
Mendasarkan objek telaahannya pada peristiwa-peristiwa yang bersifat empiris
Objek material bersifat deterministik
Memiliki beberapa asumsi mengenai objek:
-  objek tertentu memiki kesamaan satu sama   lain: bentuk, struktur, dan sifat.
- suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu.
- setiap gejala mempunyai pola tertentu, yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama
Ilmu tentang objek empiris pada dasarnya merupakan abstraksi yang disederhanakan.
Ilmu Abstrak/Simbolik
ž  Objek berupa konsep dan bilangan (berada dalam pemikiran manusia. Seperti matematika, logika, filsafat dan statistika. Berfungsi sebagai penopang tegaknya ilmu-ilmu yang lainnya

ž  Berasumsi:
- objek ilmu bersifat abstrak
- tidak terikat ruang-waktu
ž  Disebut ilmu formal
Ilmu-ilmu Sosial dan Kemanusiaan
ž  Mempelajari manusia dalam segala aspek hidupnya, ciri khasnya, dan tingkah lakunya.
ž  Objek maerialnya mengandung pilihan, tanggungjawab, makna, pengertian, pernyataan privat dan internal, aturan, motif, konvensi.
ž  Tidak tunduk pada hukum sebab akibat secara secara pasti.
Sejarah
ž  Objek materialnya adalah data-data empiris peninggalan masa lampau
ž  Data-data berupa kesaksian, alat-alat, kuburan, rumah, tulisan dan karya seni.
ž  Berbeda dengan ilmu kealaman, materialnya tidak dapat dieksperimenkan.
ž  Melibatkan sikap penilaian dari subjek peneliti.
7. Teori Kebenaran Korespondensi
Kebenaran berupa kesesuaian (korespondensi)
antara makna yang dimaksudkan oleh suatu
pernyataan dengan fakta-fakta yang dinyatakannya.
Teori Kebenaran Koherensi
Kebenaran yang ditunjukkan dengan
keajegannya (coherence) dengan kebenaran-
kebenaran lain yang telah diterima.
  • Suatu proposisi cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan proposisi atau proposisi-proposisi lain yang benar (Kattsoff)
Teori Kebenaran Pragmatis
Kebenaran yang didasarkan pada
konsekuensi-konsekuensi praktis dari suatu
gagasan, yaitu keberfungsian dari suatu
gagasan (relatif, tergantung pada
perkembangan)
  • Suatu proposisi bernilai benar jika proposisi itu mempunyai konsekuensi praktis sebagaimana yang inherens dalam pernyataan itu sendiri.
Teori Kebenaran Semantis
Kebenaran yang didasarkan pada
kebermaknaan dari suatu proposisi
berdasarkan pada referent (pengacu) nya
Suatu proposisi mempunyai nilai kebenaran jika proposisi itu memiliki arti dan makna yang sesungguhnya menunjuk pada referensi atau kenyataan, yaitu arti yang bersifat definitif
Teori Kebenaran Non-Deskripsi
  • Kebenaran yang didasarkan pada peran dan fungsi dari pernyataan (Fungsionalisme)
  • Pengetahuan (pernyataan) akan memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang sangat praktis dalam kehidupan sehari-hari (konvensional)
Teori Kebenaran Konsensus
Kebenaran yang dikembangkan dan
disimpulkan oleh  kesepakatan bersama
dari beragam kepentingan.
  • Dikenalkan oleh Habermas
  • Berguna dalam memecahkan problem sosial.

0 comments

loading...
loading...