Remaja Amerika berusia 13 tahun, Sumaiya Mahee, mengaku beberapakali di-bully oleh teman-teman sebayanya karena berhijab. Bahkan tak jarang ia disebut sebagai teroris karena tak pernah melepas jilbabnya ketika pergi ke sekolah. Beberapa temannya juga menjauhinya karena identitasnya sebagai seorang muslim.
"Sulit memang untuk menghadapinya terutama ketika saya dipandang sebagai teroris oleh mereka (teman-temannya)," tutur Sumaiya seperti dikutip dari OnIslam.
Sumaiya pun berkisah, ketika ia, kakaknya, dan temannya pulang dari masjid di suatu malam dengan menggunakan jilbab, mereka kemudian diteriakkan oleh dua orang tak dikenal, "Danger! It's the Muslims!". Hal tersebut tentu membuat mereka ketakutan takut akan tindakan negatif dari orang lain yang tidak suka dengan hijabnya.
Awalnya Sumaiya merasa sedih namun lambat laun ia menjadi semakin kuat. Bahkan sikap diskriminasi tersebut mendorong Sumaiya untuk melawan stereotip yang terjadi di masyarakat Amerika. Ia kemudian menulis esai berjudul 'You're Not Who You Say You Are: Beyond the Single Story' untuk tugas sekolah.
Esai tersebut berisi tentang stereotip mengenai wanita muslim di dunia. Sumaiya menuliskan kalau ia hanyalah gadis lugu yang ingin menjalankan hidup layaknya masyarakat lainnya. Ia bukan seseorang yang akan menyakiti dunia dengan kekerasan.
"Pemboman di Boston Marathon mungkin dilakukan oleh seorang anak laki-laki dari Bangladesh jadi aku terlihat seperti para teroris yang telah melakukan itu. Aku muslim dan dari Bangladesh, tapi itu tidak berarti aku adalah seorang teroris atau seseorang yang akan menyakiti masyarakat," tulisnya.
Tak disangka esai yang ditulis oleh siswi Kennedy-Longfellow School itu menjadi populer hingga dipublikasikan di Public Radio International’s Global Nation Education. Setelah diterbitkan, Sumaiya semakin dikenal dan ia kian berani untuk menyuarakan kepada anak-anak lainnya agar berusaha merepresentasikan seorang muslim yang baik ketika mendapatkan prilaku diskriminasi.
Sumaiya pun berharap sekolah-sekolah di Amerika mulai mengajarkan adanya keragaman dan mendorong para siswa untuk membuat dialog terbuka. Menurutnya, ini juga menjadi salah satu cara untuk mengubah pandangan sebelah mata mengenai Islam di masyarakat.
"Dibutuhkan waktu lama untuk mengubah pola pikir masyarakat. Sekolah harus memberikan siswanya sarana untuk melihat kalau kita adalah sama walaupun dibesarkan dalam latar belakang berbeda. Itu langkah pertama untuk membuat perubahan," ujarnya kemudian.
Sumber : detik.com
0 comments